St. Abraham, Uskup Charres, Mesopotamia
Meresponi panggilan kita sebagai orang percaya. Kita dapat belajar dari kisah St. Abraham, Uskup Charres, Mesopotamia, dimana mereka yang menjalnkan panggilan mereka untuk bisa mempertahankan iman mereka.Mereka rela menderita demi mempertahankan iman mereka kepada Kristus. Panggilan kita sebagai orang Kristen yaitu memperluas kebenaran firman Tuhan kepada orang-orang yang masih belum percaya. Hal itu terpancar dari setiap pelayanan yang kita lakukan, baik itu mengorbankan kenyamanan pribadi dan rela meninggalkan segala harta benda hanya demi mewujudkan kesaksian tentang Kristus tersebut. Dari ketiga Bapa-bapa gereja ini, kita dapat belajar banyak hal baik itu pengorbanan, kepercayaan atau iman kepada Tuhan, rela mati demi mempertahankan iman. Kisah ini mengajar kita untuk selalu berpegang teguh pada iman kepada Tuhan dengan mengorbankan segala hal yang kita inginkan. Menanggalkan hawa nafsu, dan rela menderita demi Kristus.
Panggilan untuk melayani adalah anugerah yang Tuhan titipkan kepada manusia untuk bisa disebarluaskan kepada orang-orang yang masih belum mengenal kebenaran injil. Kita sebagai orang percaya, perlu mengarahkan hati kita kepada Tuhan dengan melakukan kebajikan-kebajikan. Doa Troparion St. Abraham secara ringkas menangkap esensi kehidupannya: aturan iman, teladan kerendahan hati, dan guru pantang. Kehidupannya menjadi khotbah yang hidup, sebuah kesaksian kuat tentang kekuatan Injil yang mengubah hidup. Permohonan dalam Troparion, agar St. Abraham memohonkan keselamatan jiwa kita kepada Kristus, menegaskan keyakinan akan perantaraan orang kudus dan tujuan utama perjalanan iman yaitu keselamatan kekal. Kisah Santo Abraham adalah panggilan bagi kita semua untuk mewujudkan iman dalam kasih dan kerendahan hati, menjadi saksi Kristus yang otentik di dunia, dan mengarahkan hati pada tujuan akhir keselamatan jiwa kita.
St. Pafnutios dan St. Eufrosune dari Aleksandria
Bunda Eufrosune yang terhormat lahir pada awal abad kelima di kota Alexandria. Ia adalah anak tunggal dari orang tua yang termasyhur dan kaya. St. Eufrosune telah memutuskan untuk masuk biara untuk menghabiskan hidupnya dalam kesendirian dan doa, tetapi ia takut ayahnya akan menemukannya di biara wanita. Para biarawan terkesan dengan perjuangan spiritualnya dan kesediaannya untuk melayani semua orang. Keputusan untuk melakukan yang baik itu tidak akan membuat kita rugi. Mungkin seringkali kita merasa bahwa mengambil keputusan untuk keluar dari zona nyaman itu akan membuat kita tersiksa. Namun perlu kita belajar dari St. Eufrosune yang telah memilih untuk masuk biara dan menghabiskan sisa hidupnya disana. St. Eufrosune tiap hari berdoa dan melakukan aktifitasnya sendiri tanpa melihat rugi atau kenyamanannya.
Meskipun St. Eufrosune memiliki keluarga yang cukup kaya namun itu tidak membuatnya untuk memilih bersenang-senang atas harta tersebut. St. Eufrosune rela meninggalkan segalanya demi mengikut Kristus meskipun dia menderita akan kehidupan yang jauh dari orang tua dan keluarga. Nah dari kisah ini kita dapat belajar bahwa tidak semua kenyamanan itu berasal dari harta benda yang ada di dunia, tetapi kenyamanan yang sejati itu adalah ketika kita menemukan Kristus dalam kehidupan kita. mengikut Kristus memang tidak enak, kita harus merelakan kenyamanan pribadi kita dan hidup menderita. Namun hidup bersama Kristus akan membawa kita kepada keselamatan.
Martir Baru Kudus Elia (Nikolayevich)
St. Elia adalah seorang imam yang sangat saleh. Gerejanya adalah mercusuar cahaya rohani bagi banyak orang percaya. Ia menikah, tetapi ia menjalani kehidupan pertapa. Pada 1932, polisi rahasia Soviet menangkap dan memenjarakannya. Dia diasingkan ke wilayah Sungai Krasnaya Visera. Matushka Eugenia menghabiskan sepanjang malam dalam doa dan air mata. Namun, di pagi hari ia tertidur dan kemudian ia melihat Theotokos dalam mimpinya, yang mengatakan kepadanya untuk tidak takut. Kisah kehidupan St. Elia Nikolayevich adalah cermin keteguhan iman dan pengorbanan luar biasa di tengah penindasan yang kejam. Sebagai seorang imam yang saleh, ia melayani di gereja kecil yang menjadi mercusuar cahaya rohani bagi banyak orang percaya sebelum revolusi Oktober 1917. Meskipun hidup dalam kesederhanaan dan menghadapi tekanan politik yang berat, ia tetap teguh dalam panggilannya, menjalani kehidupan layaknya pertapa meski berstatus menikah. Penangkapannya oleh polisi rahasia Soviet dan pengasingannya tidak menggoyahkan imannya, melainkan memperdalam ketergantungannya pada Tuhan.
Saya juga secara pribadi terdorong untuk selalu bergantung kepada Tuhan. ketika saya berada diposisi terendah dalam hidup saya, dari situ saya merasa jauh dari Tuhan, dimana iman saya tergoyahkan. Saya lebih memilih melakukan sesuatu yang membuat saya nyaman dibandingkan apa yang Tuhan nyaman kepada saya. Terkadang saya tidak sadar bahwa apa yang saya lakukan akan mengecewakan hati Tuhan. namun dari kisahnya St. Elia saya belajar bahwa kita sebagai manusia memiliki keteguhan didalam iman baik itu dalam kesulitan maupun ketidak sulitan hidup. Bertahan didalam penderitaan demi iman kepada Kristus, itulah iman yang sejati tersebut. St. Elia yang menunjukkan sikap rendah hati dan memiliki keteguhan hati dalam mempertahankan iman kepada Tuhan, meskipun mengalami banyak tekanan namun ia lebih memilih menjalani itu daripada meninggalkan imannya. Jadi dari kisah ini kita diajarkan untuk selalu berpegang teguh dalam iman kepada Yesus Kristus. Jangan biarkan kesulitan hidup itu membuat kita menjauh dari Tuhan, tetapi jadikan kesulitan itu sebagai suatu hal yang bisa membuat kita lebih dekat dengan Tuhan.
Ikon Theotokos Tikhvin yang Menangis di Gunung Athos
Ikon Tikhvin yang Menangis di Gunung Athos ditemukan di balik altar di Biara Nabi Elia (Prophet Elias Skete). Pada tanggal 17 Februari 1877 (hari Kamis pada Minggu Kedua masa Prapaskah), tujuh biarawan tetap tinggal di gereja setelah pembacaan Jam-jam Liturgi selesai.
Dari kisah ini kita diajarkan untuk memiliki keberanian dalam mempertahankan kebenaran tersebut. Mempertahankan iman itu tidaklah mudah karena kita akan diperhadapkan dengan berbagai hal yang sulit. Terkadang manusia jatuh itu karena mereka tidak memiliki keberanian dalam menghadapi kesulitan hidup. Namun dari kisah St. Eufrosune mengajarkan kita untuk terus memperjuangkan iman kita kepada Kristus dengan bersedia meninggalkan segala sesuatu yang kita miliki dan bersedia melayani orang lain. Sebagai seorang pemimpin, tugas kita yaitu melayani bukan untuk dilayani.
St. Nikolas, Katholikos dari Georgia
Nikolas Batonishvili adalah putra dari Levan I, Raja Kakheti (1520-1574). Ia hidup pada masa yang penuh penderitaan akibat invasi Persia ke Georgia timur. Pangeran muda ini memilih jalan hidup monastik dan dengan berani membantu kakak laki-lakinya, Raja Alexandre II (1574-1605).
Bertahan dalam penderitaan akan membuat hidup lebih bermakna. Penseritaan adalah jalan menuju hidup lebih baik, dimana ketika kita bisa bertahan dalam penderitaan tersenut, maka kita akan menerima hasil yang baik. Kisah Nikolas Batonishvili adalah sebuah contoh yang menginspirasi tentang pilihan hidup yang berani dan bermakna. Terlahir sebagai seorang pangeran dengan segala kemewahan duniawi yang menanti, Nikolas memilih jalan yang berlawanan: kehidupan monastik yang sederhana dan pengabdian kepada Kristus. Keputusannya ini mencerminkan sebuah pemahaman mendalam bahwa kebahagiaan dan makna sejati tidak ditemukan dalam kekayaan atau kekuasaan dunia, melainkan dalam hubungan yang intim dengan Tuhan dan pelayanan kepada sesama. Jadi kita perlu belajar bahwa tidak semua penderitaan akan membuat kita jatuh, tetapi dari penderitaan tersebut kita dapat belajar bahwa untuk mencapai sesuatu yang baik maka perlu menghadapi kesulitan terlebih dahulu. Di balik penderitaan itu, terdapat suatu hal yang baik yang membuat hidup kita lebih bermakna.